Sabtu, 04 Agustus 2018

Laporan Agama Islam Bab "Mencuri dalam Hukum Islam" Kelas X SMAN 1 Genteng 2015/2016


“Mencuri dalam Hukum Islam”



Disusun Oleh :
1. Angelica Ona Ernitasari   {05/X MIPA 6}
2. Ayu Gineung Pratidina    {07/X MIPA 6}
3. Dhea Melynia Putri          {10/X MIPA 6}
4. Dini Nur Azizah              {12/X MIPA 6}
5. Elsa Julia Suwardewi        {15/X MIPA 6}
6. Ghalib Candra Aufa          {19/X MIPA 6}
7. Hesty Auliya Dewi           {21/X MIPA 6}
8. Inggil Lihdan Adha           {23/X MIPA 6}
9. Kukuh Haidar Prasojo     {27/X MIPA 6}
10. Moh. Ilyas Wahyudi        {31/X MIPA 6}
“Mencuri dalam Hukum Islam”
A. Pengertian Mencuri
              Menurut bahasa, mencuri (sariqah) adalah mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Adapun menurut istilah, mencuri adalah mengambil harta yang terjaga dan mengeluarkan dari tempat penyimpanannya secara sembunyi-sembunyi. Berikut ini beberapa pengertian “mencuri” menurut para ahli :
1. Sayyid Sabiq
            Mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi, hal ini disampaikan beliau dalam bukunya, “Fiqih Sunnah”.
2. Muhammad Syaltut
            Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga barang tersebut.
3. Muhammad Abu Syahbah
            Mencuri adalah pengambilan oleh seorang mukalaf terhadap harta milik orang lain dengan diam-diam, apabila harta tersebut mencapai nishob, dari tempat penyimpanannya.
4. Ibnu Arafah
            Mencuri adalah kegiatan mengambil apa-apa yang pada prinsipnya bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang tersebut.
5. Imam Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini
Mencuri adalah mengambil barang orang lain ( tanpa izin pemiliknya ) dengan cara sembunyi-sembunyi dan mengeluarkan dari tempat persembunyiannya.
6. Muhammad Al Jaziri
Mencuri adalah perilaku mengambil barang orang lain minimal satu nisab atau seharga satu nisab, dilakukan oleh mukalaf, yang tidak memiliki hak milik terhadap harta tersebut dengan jalan sembunyi-sembunyi dengan kehendak sendiri tanpa paksaan orang lain, tanpa perbedaan baik muslim, kafir dzimni, orang murtad,        laki-laki, perempuan, merdeka ataupun budak. 
7. KBBI
Mencuri adalah mengambil sesuatu barang secara sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan itu anak kecil atau orang dewasa, baik yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pencurian adalah mengambil barang/harta milik orang lain oleh seorang mukallaf yang baligh & berakal, dari tempat penyimpanannya secara diam-diam serta telah memenuhi nishab dari barang tersebut.
Dari definisi di atas, dapat diketahui unsur-unsur pencurian ada 4 macam, yaitu :

1. Pengambilan secara diam-diam
            Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya. Contohnya : Mengambil barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari ketika si pemilik sedang tidur. Dengan demikian, apabila pengambilan itu sepengetahuan pemiliknya dan terjadi tanpa kekerasan maka perbuatan tersebut bukan pencurian, melainkan perampasan (ikhtilas).
           
2. Barang yang diambil itu berupa harta
Salah satu unsur penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus banyak yang bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan mal, seperti hamba sahaya, atau anak kecilyang belum tamyiz maka pencuri tidak dikenakan hukuman had. Akan tetapi Imam Malik dan Zhohiriyah berpendapat bahwa anak kecil yang belum tamyis bisa menjadi obyek pencurian, walaupun bukan hamba sahaya, dan pelakunya bisa dikenai hukuman had.

3. Harta tersebut milik orang lain
Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu milik orang lain. Apabila barang yang diambil dari orang lain itu hak milik pencuri yang dititipkan kepadanya maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun pengambilan tersebut dilakukan secara diam-diam.

4. Adanya niat yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan karenanya haram untuk diambil. Dengan demikian, apabila ia mengambil barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang mubah maka ia tidak dikenai hukuman, karena dalam hal ini tidak ada maksud melawan hukum.

B. Macam-macam Tindakan Mencuri

Tindakan mencuri disebut pencurian. Dalam syariat islam, pencurian dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Pencurian yang Hukumnya Had
a.  Pencurian Ringan (As Sirqatus Sughra)
               Pencurian ringan menurut “Abdul Qodir Awdah” yaitu pengambilan harta orang lain secara diam-diam.
b. Pencurian Berat (As Sirqatul Kubra)
               Pencurian berat yaitu pengambilan harta orang lain secara terang-terangan dengan kekerasan.



Perbedaan pencurian ringan dengan pencurian berat adalah bahwa pencurian ringan, pengambilan harta itu dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik dan tanpa persetujuannya. Sedangkan dalam pencurian berat, pengambilan harta tersebut dengan sepengetahuan pemilik harta tetapi tanpa kerelaannya, disamping terdapat unsur kekerasan. Dengan istilah lain, pencurian berat ini disebut jarimah hirobah (perampokan), dan secara khusus akan dibicarakan dalam bab tersendiri. Dimasukkannya perampokan ke dalam kelompok pencurian ini, sebabnya adalah karena dalam perampokan terdapat segi persamaan dengan pencurian, yaitu sekalipun jika dikaitkan dengan pemilik barang, perampokan itu dilakukan dengan terang-terangan, namun jika dikaitkan dengan pihak penguasa atau petugas keamanan, perampokan tersebut dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

2. Pencurian yang Hukumnya Ta`zir
a. Semua jenis pencurian yang dikenai hukuman had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi
b. Pengambilan harta orang lain dengan sepengetahuan pemiliknya namun tanpa kerelaan dan tanpa kekerasan

C. Hukuman Mencuri

            Hukuman mencuri dalam islam adalah potong tangan, sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. Al-Maidah ayat 38 :

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
            Ayat ini mengisyaratkan bahwa hukum potong tangan tidak dapat diganti dengan hukuman lain yang lebih ringan, begitu pula hukuman tersebut tidak boleh ditunda. Namun, hukuman tersebut dikenakan pada si pencuri apabila korban tidak memaafkan dan memenuhi beberapa syarat-syarat di bawah ini :

1. Syarat Berdasarkan Barang yang Dicuri :
a. Barang yang dicuri harus berupa “mal mutaqowwim”
Barang yang mal mutaqowwim, yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syaro’. Barang barang yang tidak bernilai menurut pandangan syaro’ karena zatnya haram, seperti bangkai, babi, minuman keras dan sejenisnya, tidak termasuk mal mutaqowwim, dan orang yang mencurinya tidak dikenai hukuman.
b. Barang yang dicuri harus barang yang bergerak
Barang tersebut harus barang yang bergerak untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda bergerak. Hal ini karena pencurian itu memang menghendaki dipindahkannya sesuatu dan mengeluarkannya dari tempat simpanannya. Hal ini tidak terjadi kecuali pada benda yang bergerak. Suatu benda dianggap sebagai benda yang bergerak apabila benda tersebut bisa dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini tidak berarti benda itu benda bergerak menurut tabiatnya, melainkan cukup apabila benda itu dipindahkan oleh pelaku atau oleh orang lain.

c. Barang yang dicuri harus barang yang tersimpan
Barang tersebut tersimpan di tempat simpanannya. Jumhur fuqoha berpendapat bahwa salah satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang yang dicuri harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan Zhohiriyah dan sekelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had, walaupun pencurian bukan dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nishob pencurian.
d. Barang yang dicuri mencapai nishob pencurian
Di kalangan jumhur ulama sendiri tidak ada kesepakatan mangenai nishob pencurian ini. Disamping pendapat yang menyatakan nishob pencurian itu seperempat dinar emas atau tiga dirham perak, yang dikemukakan oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nishob pencurian itu adalah sepuluh dirham yang setara dengan satu dinar.

2. Syarat Berdasarkan Pelaku :
a. Mukalaf
b. Dilakukan secara sembunyi-sembunyi
c. Tidak ikut andil mengenai kepemilikan barang
d. Tanpa paksaan seseorang dalam kaitan hukum islam
e. Pencuri bukan ayah, ibu, kakek, atau nenek

3. Syarat Berdasarkan Pengambilan :
a. Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat penyimpanannya
b. Barang yang dicuri dikeluarkan dari kekuasaan pemilik
c. Barang yang dicuri dimasukkan ke dalam kekuasaan pencuri

            Dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Imam Malik & Imam Syafi`i, had (hukuman) mencuri adalah :
1. Hukuman mencuri yang dilakukan pertama kali adalah potong tangan kanannya
2. Jika 2 kali, dipotong kaki kirinya
3. Jika 3 kali, dipotong tangan kirinya
4. Jika 4 kali, dipotong kaki kanannya
5. Jika 5 kali dan seterusnya, dita`zir dan dipenjara hingga menunjukkan tanda-tanda bertaubat

Sedangkan hikmah dari dipotongnya tangan dan kaki karena tangan digunakan untuk mengambil dan kaki digunakan untuk membawa lari curiannya itu. Sedangkan dipotong secara bersilang adalah agar terjadi keseimbangan dan masih bisa dimanfaatkannya anggota tubuhnya yang tersisa.
            Namun, sebelum divonis bersalah harus ditetapkan pencurian terlebih dahulu. Bila seorang pencuri tertangkap dan semua syarat untuk pencurian sudah tersedia, tinggal satu hal lagi yang harus dikerjakan, yaitu itsbat. Yang dimaksud adalah penetapan oleh pihak mahkamah / pengadilan / qadhi dalam memvonis seseorang itu benar-benar mencuri dan memenuhi syarat pencurian.
Hukum potong tangan tidak bisa dijatuhkan oleh qadhi sebelum dilakukan itsbat atau penetapan  bahwa pencurian itu dilakukannya. Itsbat atau penetapan ini dalam prakteknya hanya mungkin dilakukan dengan salah satu dari dua cara, yaitu adanya saksi atau adanya pengakuan dari si pencuri sendiri.
Ø  Kesaksian
Kesaksian dari orang lain sebagai saksi menentukan apakah seorang bisa dibuktikan sebagai pencuri atau bukan. Namun untuk bisa dijadikan saksi, diperlukan beberapa persyaratan :
-          Jumlahnya minimal dua orang.
-          Keduanya laki-laki, sedangkan wanita tidak diterima kesaksiannya.
-          Keduanya adil, sedangkan orang fasik tidak diterima kesaksiannya.
-          Kesaksian itu dilakukan langsung dimana saksi secara nyata memang melihat peristiwa pencurian itu, bukan sekedar perkiraan atau dugaan semata. Sedangkan persaksian atas persaksian tidak bisa diterima.

Ø  Pengakuan
Bila tidak ada saksi, maka hal yang bisa dijadikan istbat justru datang dari pengakuan si pencuri. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa pencuri yang mengaku itu harus seorang yang merdeka dan bukan budak.


D. Dalil-dalil Perihal Mencuri
1. Q.S Al-Maidah Ayat 38
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَـٰلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬
Artinya : “Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
2. H.R. Imam Muslim

Arinya : “Dari ‘Aisyah, ia berkata : Sesungguhnya orang-orang Quraisy disibukkan oleh kejadian seorang wanita Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa orang yang berani menyampaikan masalah itu kepada Rasulullah SAW (agar mendapat keringanan hukuman)”. Lalu diantara mereka ada yang berkata, “Siapa lagi yang berani menyampaikan hal itu kepada beliau kecuali Usamah kecintaan Rasulullah SAW?”. Lalu Usamah menyampaikan hal itu kepada beliau. Maka Rasulullah SAW bersabda kepada Usamah, “Apakah kamu akan membela orang yang melanggar hukum dari hukum-hukum Allah?”. Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah. Beliau bersabda, “Hai para manusia, sesungguhnya yang menyebabkan hancurnya orang-orang sebelum kalian bahwasanya mereka itu apabila orang terhormat di kalangan mereka yang mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah diantara mereka yang mencuri, mereka menghukumnya”Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, pasti aku potong tangannya”.
3. HR. Nasaiy juz 8, hal. 73
Artinya : “Dari ‘Aisyah, ia berkata : Ada seorang wanita Makhzumiyah yang meminjam perhiasan dengan perantaraan orang-orang yang dikenal, sedang ia tidak dikenal. Tetapi kemudian ia menjual perhiasan tersebut dan mengambil hasil penjualan tersebut. Kemudian ia dihadapkan kepada Rasulullah SAW, maka keluarganya meminta Usamah bin Zaid (agar memintakan keringanan kepada beliau). Setelah Usamah menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka wajah Rasulullah SAW memerah, lalu beliau bersabda kepada Usamah, “Apakah kamu akan minta tolong kepadaku untuk pelanggar hukum dari hukum-hukum Allah?”. Usamah berkata,“Mohonkanlah ampunan untukku, ya Rasulullah”. Kemudian pada sore itu beliau berdiri dan berkhutbah. Setelah beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah‘Azza wa Jalla, kemudian beliau bersabda, “Ammaa ba’du, sesungguhnya hancurnya orang-orang sebelum kalian, disebabkan mereka itu bila yang mencuri dari orang yang terhormat di kalangan mereka, maka mereka membiarkannya, tetapi bila yang mencuri itu dari orang yang lemah diantara mereka, maka mereka melaksanakan hukuman atasnya. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya”. Kemudian beliau memotong tangan wanita itu.”
4. H.R. Abu Dawud juz 4, hal. 134, no. 4380
Artinya : “Dari Abu Umayyah Al-Makhzumiy, ia berkata : Sesungguhnya telah dihadapkan kepada Nabi SAW seorang pencuri yang telah mengakui perbuatannya, sedangkan barangnya sudah tidak ada, maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak menyangka kamu telah mencuri”. Ia berkata, “Betul, (saya telah mencuri, ya Rasulullah)”. Dia mengulangi pengakuannya itu dua atau tiga kali. Kemudian beliau memerintahkan (supaya orang itu dipotong tangannya), lalu orang itu pun dipotong tangannya. Kemudian orang itu dihadapkan lagi pada beliau, maka beliau bersabda, “Mohon ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya”. Ia berkata,“Saya mohon ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya”. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah, terimalah taubatnya”. Beliau mengulangi doanya itu hingga tiga kali.”
5. HR Daruquthni juz 3, hal. 102, no. 71
Artinya : “Dari Abu Hurairah, bahwasanya pernah dihadapkan kepada Rasulullah SAW seorang pencuri yang mencuri jubah, lalu mereka (para shahabat) berkata, “Ya Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah mencuri”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “(Jika begitu) bawalah dia pergi, dan potonglah tangannya, lalu obatilah dia, setelah itu bawalah dia kemari”. Kemudian ia dipotong (tangannya), lalu dibawa kepada Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bertaubatlah kamu kepada Allah”. Pencuri itupun lalu menyatakan, “Sungguh aku telah bertaubat kepada Allah”. Lalu Rasulullah SAW berdoa, “Semoga Allah menerima taubatmu.”
6. HR. Nasaiy juz 8, hal. 70
Artinya : “Dari ‘Amr bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Ma’afkanlah hukuman, sebelum kalian membawa perkara itu ke hadapanku. Tetapi kalau perkara itu sudah sampai di hadapanku, maka hukum pasti dilaksanakan.”
7. HR. Abu Dawud juz 4, hal. 133, no. 4376
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Saling memaafkanlah kalian tentang masalah hukuman yang terjadi diantara kalian. Tetapi kalau perkara itu telah sampai kepadaku, maka hukum pasti dilaksanakan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Laporan Kunjungan Situs Sangiran

“Laporan Kunjungan Situs Sangiran” 12. Dini Nur Azizah Kelas XI MIPA 4 SMA Negeri 1 Genteng Tahun Ajaran 2016/2017 ...