“Mencuri dalam Hukum Islam”
Disusun Oleh :
1. Angelica Ona Ernitasari {05/X MIPA 6}
2. Ayu Gineung Pratidina {07/X MIPA 6}
3. Dhea Melynia Putri {10/X MIPA 6}
4. Dini Nur Azizah {12/X MIPA 6}
5. Elsa Julia Suwardewi {15/X MIPA 6}
6. Ghalib Candra Aufa {19/X MIPA 6}
7. Hesty Auliya Dewi {21/X MIPA 6}
8. Inggil Lihdan Adha {23/X MIPA 6}
9. Kukuh Haidar Prasojo {27/X MIPA 6}
10. Moh. Ilyas Wahyudi {31/X MIPA 6}
“Mencuri
dalam Hukum Islam”
A. Pengertian Mencuri
Menurut bahasa, mencuri (sariqah) adalah
mengambil sesuatu yang bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi. Adapun menurut
istilah, mencuri adalah mengambil harta yang terjaga dan mengeluarkan dari
tempat penyimpanannya secara sembunyi-sembunyi. Berikut ini beberapa pengertian
“mencuri” menurut para ahli :
1. Sayyid Sabiq
Mencuri adalah mengambil barang orang lain secara
sembunyi-sembunyi, hal ini disampaikan beliau dalam bukunya, “Fiqih Sunnah”.
2. Muhammad Syaltut
Mencuri adalah mengambil harta orang lain dengan
sembunyi-sembunyi yang dilakukan oleh orang yang tidak dipercayai menjaga
barang tersebut.
3. Muhammad Abu Syahbah
Mencuri adalah pengambilan oleh seorang mukalaf terhadap
harta milik orang lain dengan diam-diam, apabila harta tersebut mencapai
nishob, dari tempat penyimpanannya.
4. Ibnu Arafah
Mencuri adalah kegiatan mengambil apa-apa yang pada
prinsipnya bukan miliknya secara sembunyi-sembunyi ke tempat penyimpanan barang
tersebut.
5. Imam
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad Al Husaini
Mencuri
adalah mengambil barang orang lain ( tanpa izin pemiliknya ) dengan cara
sembunyi-sembunyi dan mengeluarkan dari tempat persembunyiannya.
6. Muhammad Al Jaziri
Mencuri
adalah perilaku mengambil barang orang lain minimal satu nisab atau seharga
satu nisab, dilakukan oleh mukalaf, yang tidak memiliki hak milik terhadap
harta tersebut dengan jalan sembunyi-sembunyi dengan kehendak sendiri tanpa
paksaan orang lain, tanpa perbedaan baik muslim, kafir dzimni, orang
murtad, laki-laki, perempuan,
merdeka ataupun budak.
7. KBBI
Mencuri adalah mengambil sesuatu barang secara
sembunyi-sembunyi, baik yang melakukan itu anak kecil atau orang dewasa, baik
yang dicuri itu sedikit atau banyak, dan barang yang dicuri itu disimpan
ditempat yang wajar untuk menyimpan atau tidak.
Dari berbagai pendapat
tersebut dapat disimpulkan bahwa pencurian adalah mengambil barang/harta milik
orang lain oleh seorang mukallaf yang baligh & berakal, dari tempat
penyimpanannya secara diam-diam serta telah memenuhi nishab dari barang
tersebut.
Dari definisi di atas,
dapat diketahui unsur-unsur pencurian ada 4 macam, yaitu :
1. Pengambilan secara diam-diam
Pengambilan secara
diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya
pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya. Contohnya : Mengambil
barang-barang milik orang lain dari dalam rumahnya pada malam hari ketika si
pemilik sedang tidur. Dengan demikian, apabila pengambilan itu sepengetahuan
pemiliknya dan terjadi tanpa kekerasan maka perbuatan tersebut bukan pencurian,
melainkan perampasan (ikhtilas).
2. Barang yang diambil itu berupa harta
Salah satu unsur penting untuk
dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus
banyak yang bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan mal,
seperti hamba sahaya, atau anak kecilyang belum tamyiz maka pencuri tidak
dikenakan hukuman had. Akan tetapi Imam Malik dan Zhohiriyah berpendapat bahwa
anak kecil yang belum tamyis bisa menjadi obyek pencurian, walaupun bukan hamba
sahaya, dan pelakunya bisa dikenai hukuman had.
3. Harta tersebut milik orang lain
Untuk terwujudnya tindak pidana
pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang
dicuri itu milik orang lain. Apabila barang yang diambil dari orang lain itu
hak milik pencuri yang dititipkan kepadanya maka perbuatan tersebut tidak
dianggap sebagai pencurian, walaupun pengambilan tersebut dilakukan secara
diam-diam.
4. Adanya niat yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi apabila pelaku
pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan
miliknya, dan karenanya haram untuk diambil. Dengan demikian, apabila ia mengambil
barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang mubah
maka ia tidak dikenai hukuman, karena dalam hal ini tidak ada maksud melawan
hukum.
B. Macam-macam Tindakan Mencuri
Tindakan mencuri disebut pencurian.
Dalam syariat islam, pencurian dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Pencurian yang Hukumnya Had
a. Pencurian Ringan (As Sirqatus Sughra)
Pencurian ringan menurut “Abdul
Qodir Awdah” yaitu pengambilan harta orang lain secara diam-diam.
b. Pencurian Berat (As
Sirqatul Kubra)
Pencurian berat yaitu pengambilan
harta orang lain secara terang-terangan dengan kekerasan.
Perbedaan pencurian ringan dengan pencurian berat
adalah bahwa pencurian ringan, pengambilan harta itu dilakukan tanpa
sepengetahuan pemilik dan tanpa persetujuannya. Sedangkan dalam pencurian
berat, pengambilan harta tersebut dengan sepengetahuan pemilik harta tetapi
tanpa kerelaannya, disamping terdapat unsur kekerasan. Dengan istilah lain,
pencurian berat ini disebut jarimah hirobah (perampokan), dan secara khusus
akan dibicarakan dalam bab tersendiri. Dimasukkannya perampokan ke dalam
kelompok pencurian ini, sebabnya adalah karena dalam perampokan terdapat segi
persamaan dengan pencurian, yaitu sekalipun jika dikaitkan dengan pemilik
barang, perampokan itu dilakukan dengan terang-terangan, namun jika dikaitkan
dengan pihak penguasa atau petugas keamanan, perampokan tersebut dilakukan
dengan sembunyi-sembunyi.
2. Pencurian yang Hukumnya Ta`zir
a. Semua jenis pencurian yang dikenai hukuman had,
tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi
b. Pengambilan harta orang lain dengan sepengetahuan
pemiliknya namun tanpa kerelaan dan tanpa kekerasan
C. Hukuman Mencuri
Hukuman mencuri dalam
islam adalah potong tangan, sebagaimana yang terkandung dalam Q.S. Al-Maidah
ayat 38 :
وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan
dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
Ayat ini mengisyaratkan
bahwa hukum potong tangan tidak dapat diganti dengan hukuman lain yang lebih
ringan, begitu pula hukuman tersebut tidak boleh ditunda. Namun, hukuman
tersebut dikenakan pada si pencuri apabila korban tidak memaafkan dan memenuhi
beberapa syarat-syarat di bawah ini :
1. Syarat Berdasarkan Barang yang Dicuri :
a. Barang yang dicuri
harus berupa “mal mutaqowwim”
Barang
yang mal mutaqowwim, yaitu barang yang dianggap bernilai menurut syaro’. Barang
barang yang tidak bernilai menurut pandangan syaro’ karena zatnya haram,
seperti bangkai, babi, minuman keras dan sejenisnya, tidak termasuk mal
mutaqowwim, dan orang yang mencurinya tidak dikenai hukuman.
b. Barang yang
dicuri harus barang yang bergerak
Barang
tersebut harus barang yang bergerak untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri
maka disyaratkan barang yang dicuri harus barang atau benda bergerak. Hal ini
karena pencurian itu memang menghendaki dipindahkannya sesuatu dan mengeluarkannya
dari tempat simpanannya. Hal ini tidak terjadi kecuali pada benda yang
bergerak. Suatu
benda dianggap sebagai benda yang bergerak apabila benda tersebut bisa
dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Ini tidak berarti benda itu
benda bergerak menurut tabiatnya, melainkan cukup apabila benda itu dipindahkan
oleh pelaku atau oleh orang lain.
c. Barang yang
dicuri harus barang yang tersimpan
Barang
tersebut tersimpan di tempat simpanannya. Jumhur fuqoha berpendapat bahwa salah
satu syarat untuk dikenakannya hukuman had bagi pencuri adalah bahwa barang
yang dicuri harus tersimpan di tempat simpanannya. Sedangkan Zhohiriyah dan
sekelompok ahli hadis tetap memberlakukan hukuman had, walaupun pencurian bukan
dari tempat simpanannya apabila barang yang dicuri mencapai nishob pencurian.
d. Barang yang
dicuri mencapai nishob pencurian
Di
kalangan jumhur ulama sendiri tidak ada kesepakatan mangenai nishob pencurian
ini. Disamping pendapat yang menyatakan nishob pencurian itu seperempat dinar emas
atau tiga dirham perak, yang dikemukakan oleh Imam Malik, Imam Syafi’i, dan
Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa nishob pencurian itu adalah
sepuluh dirham yang setara dengan satu dinar.
2.
Syarat Berdasarkan Pelaku :
a. Mukalaf
b. Dilakukan
secara sembunyi-sembunyi
c. Tidak ikut
andil mengenai kepemilikan barang
d. Tanpa paksaan
seseorang dalam kaitan hukum islam
e. Pencuri bukan
ayah, ibu, kakek, atau nenek
3.
Syarat Berdasarkan Pengambilan :
a. Pencuri
mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat penyimpanannya
b. Barang yang dicuri
dikeluarkan dari kekuasaan pemilik
c. Barang yang dicuri
dimasukkan ke dalam kekuasaan pencuri
Dalam suatu hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Malik & Imam Syafi`i, had (hukuman) mencuri adalah :
1. Hukuman mencuri yang dilakukan pertama kali adalah potong tangan
kanannya
2. Jika 2 kali, dipotong kaki kirinya
3. Jika 3 kali, dipotong tangan kirinya
4. Jika 4 kali, dipotong kaki kanannya
5. Jika 5 kali dan seterusnya, dita`zir dan dipenjara hingga menunjukkan tanda-tanda
bertaubat
Sedangkan hikmah dari dipotongnya tangan
dan kaki karena tangan digunakan untuk mengambil dan kaki digunakan untuk
membawa lari curiannya itu. Sedangkan dipotong secara bersilang adalah agar
terjadi keseimbangan dan masih bisa dimanfaatkannya anggota tubuhnya yang
tersisa.
Namun, sebelum divonis bersalah
harus ditetapkan pencurian terlebih dahulu. Bila seorang pencuri tertangkap dan semua syarat untuk
pencurian sudah tersedia, tinggal satu hal lagi yang harus dikerjakan, yaitu itsbat.
Yang dimaksud adalah penetapan oleh pihak mahkamah / pengadilan / qadhi dalam
memvonis seseorang itu benar-benar mencuri dan memenuhi syarat pencurian.
Hukum potong
tangan tidak bisa dijatuhkan oleh qadhi sebelum dilakukan itsbat atau
penetapan bahwa pencurian itu dilakukannya. Itsbat atau penetapan
ini dalam prakteknya hanya mungkin dilakukan dengan salah satu dari dua cara,
yaitu adanya saksi atau adanya pengakuan dari si pencuri sendiri.
Ø Kesaksian
Kesaksian dari orang lain sebagai
saksi menentukan apakah seorang bisa dibuktikan sebagai pencuri atau bukan.
Namun untuk bisa dijadikan saksi, diperlukan beberapa persyaratan :
-
Jumlahnya
minimal dua orang.
-
Keduanya
laki-laki, sedangkan wanita tidak diterima kesaksiannya.
-
Keduanya
adil, sedangkan orang fasik tidak diterima kesaksiannya.
-
Kesaksian
itu dilakukan langsung dimana saksi secara nyata memang melihat peristiwa
pencurian itu, bukan sekedar perkiraan atau dugaan semata. Sedangkan persaksian
atas persaksian tidak bisa diterima.
Ø Pengakuan
Bila tidak ada saksi, maka hal yang
bisa dijadikan istbat justru datang dari pengakuan si pencuri. Sebagian ulama
mensyaratkan bahwa pencuri yang mengaku itu harus seorang yang merdeka dan
bukan budak.
D. Dalil-dalil Perihal Mencuri
1. Q.S Al-Maidah Ayat 38
وَٱلسَّارِقُ وَٱلسَّارِقَةُ فَٱقۡطَعُوٓاْ أَيۡدِيَهُمَا جَزَآءَۢ بِمَا كَسَبَا نَكَـٰلاً۬ مِّنَ ٱللَّهِۗ وَٱللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ۬
Artinya : “Laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan
Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
2.
H.R. Imam Muslim
Arinya : “Dari ‘Aisyah,
ia berkata : Sesungguhnya orang-orang Quraisy disibukkan oleh kejadian seorang
wanita Makhzumiyah yang mencuri. Mereka berkata, “Siapa orang yang berani
menyampaikan masalah itu kepada Rasulullah SAW (agar mendapat keringanan
hukuman)”. Lalu diantara mereka ada yang berkata, “Siapa lagi yang berani
menyampaikan hal itu kepada beliau kecuali Usamah kecintaan Rasulullah SAW?”.
Lalu Usamah menyampaikan hal itu kepada beliau. Maka Rasulullah SAW bersabda
kepada Usamah, “Apakah kamu akan membela orang yang melanggar hukum dari
hukum-hukum Allah?”. Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah. Beliau bersabda,
“Hai para manusia, sesungguhnya yang menyebabkan hancurnya orang-orang sebelum
kalian bahwasanya mereka itu apabila orang terhormat di kalangan mereka yang
mencuri, mereka membiarkannya, tetapi jika orang lemah diantara mereka yang
mencuri, mereka menghukumnya”Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad
mencuri, pasti aku potong tangannya”.
3. HR. Nasaiy juz 8, hal. 73
Artinya : “Dari
‘Aisyah, ia berkata : Ada seorang wanita Makhzumiyah yang meminjam perhiasan
dengan perantaraan orang-orang yang dikenal, sedang ia tidak dikenal. Tetapi
kemudian ia menjual perhiasan tersebut dan mengambil hasil penjualan tersebut.
Kemudian ia dihadapkan kepada Rasulullah SAW, maka keluarganya meminta Usamah
bin Zaid (agar memintakan keringanan kepada beliau). Setelah Usamah
menyampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW, maka wajah Rasulullah SAW memerah,
lalu beliau bersabda kepada Usamah, “Apakah kamu akan minta tolong kepadaku
untuk pelanggar hukum dari hukum-hukum Allah?”. Usamah berkata,“Mohonkanlah
ampunan untukku, ya Rasulullah”. Kemudian pada sore itu beliau berdiri dan
berkhutbah. Setelah beliau memanjatkan puji syukur kepada Allah‘Azza wa Jalla,
kemudian beliau bersabda, “Ammaa ba’du, sesungguhnya hancurnya orang-orang
sebelum kalian, disebabkan mereka itu bila yang mencuri dari orang yang
terhormat di kalangan mereka, maka mereka membiarkannya, tetapi bila yang
mencuri itu dari orang yang lemah diantara mereka, maka mereka melaksanakan hukuman
atasnya. Demi Allah yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, seandainya
Fathimah binti Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya”. Kemudian beliau
memotong tangan wanita itu.”
4. H.R. Abu Dawud juz 4, hal. 134, no. 4380
Artinya : “Dari Abu
Umayyah Al-Makhzumiy, ia berkata : Sesungguhnya telah dihadapkan kepada Nabi
SAW seorang pencuri yang telah mengakui perbuatannya, sedangkan barangnya sudah
tidak ada, maka Rasulullah SAW bersabda, “Aku tidak menyangka kamu telah
mencuri”. Ia berkata, “Betul, (saya telah mencuri, ya Rasulullah)”. Dia
mengulangi pengakuannya itu dua atau tiga kali. Kemudian beliau memerintahkan
(supaya orang itu dipotong tangannya), lalu orang itu pun dipotong tangannya.
Kemudian orang itu dihadapkan lagi pada beliau, maka beliau bersabda, “Mohon
ampunlah kepada Allah dan bertaubatlah kepada-Nya”. Ia berkata,“Saya mohon
ampun kepada Allah dan bertaubat kepada-Nya”. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah,
terimalah taubatnya”. Beliau mengulangi doanya itu hingga tiga kali.”
5. HR Daruquthni juz 3, hal. 102, no. 71
Artinya : “Dari Abu
Hurairah, bahwasanya pernah dihadapkan kepada Rasulullah SAW seorang pencuri
yang mencuri jubah, lalu mereka (para shahabat) berkata, “Ya Rasulullah,
sesungguhnya orang ini telah mencuri”. Maka Rasulullah SAW bersabda, “(Jika
begitu) bawalah dia pergi, dan potonglah tangannya, lalu obatilah dia, setelah
itu bawalah dia kemari”. Kemudian ia dipotong (tangannya), lalu dibawa kepada
Rasulullah SAW. Maka Rasulullah SAW bersabda, “Bertaubatlah kamu kepada Allah”.
Pencuri itupun lalu menyatakan, “Sungguh aku telah bertaubat kepada Allah”.
Lalu Rasulullah SAW berdoa, “Semoga Allah menerima taubatmu.”
6. HR. Nasaiy juz 8, hal. 70
Artinya : “Dari ‘Amr
bin Syu’aib dari ayahnya, dari kakeknya dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Ma’afkanlah hukuman, sebelum kalian membawa perkara itu ke hadapanku. Tetapi
kalau perkara itu sudah sampai di hadapanku, maka hukum pasti dilaksanakan.”
7. HR. Abu Dawud juz 4, hal. 133, no. 4376
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr
bin Al-‘Ash, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda, “Saling memaafkanlah kalian
tentang masalah hukuman yang terjadi diantara kalian. Tetapi kalau perkara itu
telah sampai kepadaku, maka hukum pasti dilaksanakan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar